Rabu, 28 Maret 2012

Hukum Konsuler


a. Pembukaan Hubungan Konsuler
            Seperti juga halnya dengan hubungan diplomatik, pembukaan hubungan konsuler dilakukan atas kesepakatan Negara-negara bersangkutan. Perwakilan konsuler seperti perwakilan diplomatic merupakan dinas public suatu Negara yang terletak di suatu Negara asing. Namun kegiatan-kegiatan perwakilan konsuler tidak mengandung aspek politik. Disamping itu, perwakilan-perwakilan konsuler tidak harus selalu ada di Negara-negara yang merdeka tetapi juga di wilayah-wilayah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri atau yang berada di bawah kedaulatan asing. Di kawasan Afrika bagian utara dan Asia misalnya banyak Negara barat mempunyai perwakilan konsuler sebelum Negara-negara tersebut mencapai kemerdekaannya. Juga dapat terjadi Negara-negara membuka hubungan konsuler dengan Negara-negara lain sebelum pembukaan hubungan diplomatic seperti yang terjadi dengan Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina. Dalam hubungannya dengan Negara-negara Amerika Latin, Inggris dan Amerika Serikat membuka dulu hubungan konsuler lama sebelum diberikannya pengakuan kedaulatan kepada Negara-negara di kawasan tersebut.
            Pasal 2 ayat 1 Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler dengan jelas menyatakan pembukaan hubungan konsuler antara Negara dilakukan atas dasar kesepakatan bersama. Bila pasal 2 ayat 1 tadi menyangkut pembukaan hubungan konsuler, pasal 4 ayat 1 Konvensi Wina merujuk pada pembukaan perwakilan konsuler yaitu suatu perwakilan konsuler boleh dibuka di wilayah Negara penerima hanya dengan persetujuan Negara tersebut. Ketentuan ini mengingatkan kita pada ketentuan yang berlaku dalam hubungan diplomatic merupakan dua hal yang berbeda dan yang masing-masing sebelumnya harus mendapatkan kesepakatan kedua Negara.
            Namun pasal 2 ayat 2 Konvensi mengenai Hubungan Konsuler menambhakan pula bahwa persetujuan yang diberikan untuk pembukaan hubungan diplomatic antara dua Negara berarti persetujuan pembukaan hubungan konsuler, kecuali dinyatakan lain. Itu berarti bahwa bagi Negara yang sudah mempunyai hubungan diplomatic dan berkeinginan untuk membuka perwakilan konsuler maka yang dibutuhkan hanya persetujuan Negara setempat untuk untuk membuka perwakilan konsuler dan tidak lagi persetujuan untuk pembukaan hubungan konsuler.
            Sepanjang menyangkut Indonesia, sesuai Daftar Pejabat Perwakilan RI di luar negeri 2004, terdapat 85 perwakilan konsuler. Tetapi dari jumlah tersebut hanya 26 Konsluat Jenderal dan 4 Konsulat yang dikepalai pejabat Departemen Luar Negeri atau pejabat lainnya yang dikirim dari Jakarta. Sebagian besar, yaitu 47 perwakilan dikepalai oleh Konsul Kehormatan dan 8 Konsul Jenderal Kehormatan.

b. Fungsi-Fungsi Konsuler
            Sekarang ini sesuai dengan Pasal 5 Konvensi Wina 1963 yang mengkodifikasi praktik-praktik masa lalu, tugas-tugas konsul anatar lain melindungi kepentingan Negara pengirim dan kepentingan warga negaranya yang berada di Negara penerima, memajukan hubungan niaga, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, mengamati keadaan dan perkembangan di bidang perdagangan, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Negara penerima, mengeluarkan paspor dan surat jalan kepada warga Negara pengirim, visa atau surat-surat lainnya, membantu warga Negara pengirim, bertindak sebagai notaries dan pejabat catatan sipil, melaksanakan hak pengawasan dan pemeriksaan terhadap kapal-kapal Negara pengirim serta fungsi-fungsi lainnya yang tidak dilarang oleh Hukum dan peraturan-peraturan Negara penerima.

c. Tingkat-tingkat Kepala Perwakilan Konsuler
           Pasal 9 Konvensi Wina 1963 membagi kepala perwakilan konsuler atas 4 tingkat yaitu :
            1. Konsul Jenderal;
            2. Konsul;
            3. Konsul muda;
            4. Agen Konsuler
            Selanjutnya staf perwakilan konsuler ini dapat dibagi atas 2 kategori yaitu pejabat konsuler karier dan pejabat konsuler kehormatan. Pejabat konsuler karier adalah warag Negara dari Negara pengirim yang diangkat oleh kepal Negara atau menteri luar negeri dan bekerja sepenuh waktu. Sebaliknya pejabat konsuler kehormatan biasanya berasal dari warga setempat dan tidak bekerja sepenuh wakut. Sesuai dengan 57 ayat 1 Konvensi para pejabat konsuler karier tidak diizinkan melakukan kegiatan profesi atau niaga untuk kepentingan pribadi di Negara penerima. Berbeda dari masa lalu, sekarang ini tidak ada lagi pejabat konsuler yang melakukan kegiatan lainnya di luar dinas karena telah dilarang oleh Konvensi.
            PBB didirikan pada tahun 1945, dua tahun kemudian telah dibentuk Komisi Hukum Internasional. Setelah tiga puluh tahun (1949-1979), komisi telah menangani 27 topik dan subtopik hukum internasional, 7 diantaranya adakah menyangkut hukum diplomatik, yaitu :
1)    Pergaulan dan kekebalan diplomatic
2)    Pergaulan dan kekebalan konsuler.
3)     Misi-misi khusus
4)    Hubungan antara negara bagian dan organisasi internasional
5)    Masalah perlindungan dan tidak diganggu gugatnya pejabat diplomatik dan orang lain yang memperoleh perlindungan khusus menurut hukum internasional.
6)    Status kurir diplomatik dan kantong diplomatik yang diikutsertakan pada kurir diplomatik.
7)    Hubungan antara negara dengan organisasi internasional

d. Konvensi-konvensi PBB Mengenai Hukum Diplomatik
            - Konvensi Wina 1961 mengenai hubungan diplomatik
            Setelah berdirinya PBB pada tahun 1945, untuk pertama kalinya pengembangan kodifikasi hukum internasional termasuk hukum diplomatik telah dimulai pada tahun 1949 secara intensif oleh Komisi Hukum Internasional khususnya mengenai ketentuan-ketentuan yang menyangkut kekebalan dan pergaulan diplomatik yang telah digariskan secara rinci.
            Konvensi Wina 1961 ini terdiri dari 53 pasal yang meliputi hampir semua aspek penting dari hubungan diplomatik secara permanen antar negara. Di samping itu, juga terdapat 2 protokol pilihan mengenai masalah kewarganegaraan dan keharusan untuk menyelesaikan sengketa yang masing-masing terdiri dari 8-10 pasal. Konvensi Wina 1961 itu beserta dengan dua protokolnya telah diberlakukan sejak tanggal 24 April 1964 hingga 31 Desember 1987. Ada total 151 negara yang menjadi para pihak dalam Konvensi tersebut dimana 42 di antaranya adalah pihak dalam protokol pilihan mengenai perolehan kewarganegaraan dan 52 negara telah menjadi pihak dalam protokol pilihan tentang keharusan untuk menyelesaikan sengketa.
            Pasal 1-19 Konvensi Wina 1961 menyangkut pembentukan misi-misi diplomatik, hak dan cara-cara untuk pengangkatan serta penyerahan surat-surat kepercayaan dari Kepala Perwakilan Diplomatik (Dubes); pasal 20-28 mengenai kekebalan dan keistimewaan bagi misi-misi diplomatik termasuk di dalamnya pembebasan atas berbagai pajak. Pasal 29-36 adalah mengenai kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada para diplomat dan keistimewaan bagi anggota keluarganya serta staf pelayanan yang bekerja pada mereka dan pasal 48-53 berisi tentang berbagai ketentuan mengenai penandatanganan, aksesi, ratifikasi dan mulai berlakunya Konvensi itu.

2 komentar:

  1. KBRI sebagai perwakilan diplomatik yang (biasanya) berada di ibukota suatu negara asing juga mempunyai fungsi kekonsuleran seperti halnya di kantor Konsulat Jenderal (KJRI) atau Konsulat (KRI) di seluruh dunia.

    Pembukaan suatu KJRI atau KRI di suatu wilayah tertentu bukan di ibukota negara bisa bermakna bahwa adanya suatu kepentingan menyelenggarakan hal-hal terkait kekonsuleran dan perlindungan WNI karena banyaknya jumlah WNI yang berada di wilayah tersebut (contoh: pembukaan KRI Tawau di Sabah), kepentingan mempromosikan dan meningkatkan hubungan dagang, ekonomi, iptek dan sosial budaya (KJRI Shanghai dan KJRI Istanbul), dan kepentingan-kepentingan lain (seperti lintas batas: KRI Darwin dan KRI Vanimo).

    Tanpa adanya hubungan diplomatik, pembukaan suatu perwakilan konsuler menjadi sulit. Seperti yang disinggung oleh kalangan DPR mengenai permintaan pembukaan Konsulat di Palestina, Indonesia dalam hal ini Kementerian Luar Negeri akan menemui kesulitan berhubungan dengan Israel karena tidak mempunyai hubungan diplomatik.

    BalasHapus