a. Pembukaan Hubungan Konsuler
Seperti
juga halnya dengan hubungan diplomatik, pembukaan hubungan konsuler dilakukan
atas kesepakatan Negara-negara bersangkutan. Perwakilan konsuler seperti
perwakilan diplomatic merupakan dinas public suatu Negara yang terletak di
suatu Negara asing. Namun kegiatan-kegiatan perwakilan konsuler tidak
mengandung aspek politik. Disamping itu, perwakilan-perwakilan konsuler tidak
harus selalu ada di Negara-negara yang merdeka tetapi juga di wilayah-wilayah
yang belum mempunyai pemerintahan sendiri atau yang berada di bawah kedaulatan
asing. Di kawasan Afrika bagian utara dan Asia misalnya banyak Negara barat
mempunyai perwakilan konsuler sebelum Negara-negara tersebut mencapai
kemerdekaannya. Juga dapat terjadi Negara-negara membuka hubungan konsuler
dengan Negara-negara lain sebelum pembukaan hubungan diplomatic seperti yang
terjadi dengan Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina. Dalam hubungannya dengan Negara-negara
Amerika Latin, Inggris dan Amerika Serikat membuka dulu hubungan konsuler lama
sebelum diberikannya pengakuan kedaulatan kepada Negara-negara di kawasan
tersebut.
Pasal 2
ayat 1 Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler dengan jelas menyatakan pembukaan hubungan konsuler antara Negara dilakukan
atas dasar kesepakatan bersama. Bila pasal 2 ayat 1 tadi menyangkut
pembukaan hubungan konsuler, pasal 4 ayat 1 Konvensi Wina merujuk pada
pembukaan perwakilan konsuler yaitu suatu
perwakilan konsuler boleh dibuka di wilayah Negara penerima hanya dengan
persetujuan Negara tersebut. Ketentuan ini mengingatkan kita pada ketentuan
yang berlaku dalam hubungan diplomatic merupakan dua hal yang berbeda dan yang
masing-masing sebelumnya harus mendapatkan kesepakatan kedua Negara.
Namun pasal
2 ayat 2 Konvensi mengenai Hubungan Konsuler menambhakan pula bahwa persetujuan yang diberikan untuk pembukaan
hubungan diplomatic antara dua Negara berarti persetujuan pembukaan hubungan
konsuler, kecuali dinyatakan lain. Itu berarti bahwa bagi Negara yang sudah
mempunyai hubungan diplomatic dan berkeinginan untuk membuka perwakilan
konsuler maka yang dibutuhkan hanya persetujuan Negara setempat untuk untuk
membuka perwakilan konsuler dan tidak lagi persetujuan untuk pembukaan hubungan
konsuler.
Sepanjang
menyangkut Indonesia, sesuai Daftar Pejabat Perwakilan RI di luar negeri 2004,
terdapat 85 perwakilan konsuler. Tetapi dari jumlah tersebut hanya 26 Konsluat
Jenderal dan 4 Konsulat yang dikepalai pejabat Departemen Luar Negeri atau
pejabat lainnya yang dikirim dari Jakarta. Sebagian besar, yaitu 47 perwakilan
dikepalai oleh Konsul Kehormatan dan 8 Konsul Jenderal Kehormatan.
b. Fungsi-Fungsi Konsuler
Sekarang
ini sesuai dengan Pasal 5 Konvensi Wina 1963 yang mengkodifikasi
praktik-praktik masa lalu, tugas-tugas konsul anatar lain melindungi kepentingan Negara pengirim dan kepentingan warga negaranya
yang berada di Negara penerima, memajukan hubungan niaga, ekonomi, kebudayaan
dan ilmu pengetahuan, mengamati keadaan dan perkembangan di bidang perdagangan,
ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Negara penerima, mengeluarkan
paspor dan surat jalan kepada warga Negara pengirim, visa atau surat-surat
lainnya, membantu warga Negara pengirim, bertindak sebagai notaries dan pejabat
catatan sipil, melaksanakan hak pengawasan dan pemeriksaan terhadap kapal-kapal
Negara pengirim serta fungsi-fungsi lainnya yang tidak dilarang oleh Hukum dan
peraturan-peraturan Negara penerima.
c. Tingkat-tingkat Kepala Perwakilan Konsuler
Pasal 9
Konvensi Wina 1963 membagi kepala perwakilan konsuler atas 4 tingkat yaitu :
1.
Konsul Jenderal;
2.
Konsul;
3.
Konsul muda;
4. Agen
Konsuler
Selanjutnya
staf perwakilan konsuler ini dapat dibagi atas 2 kategori yaitu pejabat
konsuler karier dan pejabat konsuler kehormatan. Pejabat konsuler karier adalah
warag Negara dari Negara pengirim yang diangkat oleh kepal Negara atau menteri
luar negeri dan bekerja sepenuh waktu. Sebaliknya pejabat konsuler kehormatan
biasanya berasal dari warga setempat dan tidak bekerja sepenuh wakut. Sesuai dengan
57 ayat 1 Konvensi para pejabat konsuler karier tidak diizinkan melakukan
kegiatan profesi atau niaga untuk kepentingan pribadi di Negara penerima. Berbeda
dari masa lalu, sekarang ini tidak ada lagi pejabat konsuler yang melakukan
kegiatan lainnya di luar dinas karena telah dilarang oleh Konvensi.
PBB
didirikan pada tahun 1945, dua tahun kemudian telah dibentuk Komisi Hukum
Internasional. Setelah tiga puluh tahun (1949-1979), komisi telah menangani 27
topik dan subtopik hukum internasional, 7 diantaranya adakah menyangkut hukum
diplomatik, yaitu :
1) Pergaulan dan kekebalan diplomatic
2) Pergaulan dan kekebalan konsuler.
3) Misi-misi khusus
4) Hubungan antara negara bagian dan
organisasi internasional
5) Masalah perlindungan dan tidak
diganggu gugatnya pejabat diplomatik dan orang lain yang memperoleh
perlindungan khusus menurut hukum internasional.
6) Status kurir diplomatik dan kantong
diplomatik yang diikutsertakan pada kurir diplomatik.
7) Hubungan antara negara dengan
organisasi internasional
d.
Konvensi-konvensi PBB Mengenai Hukum Diplomatik
- Konvensi Wina 1961 mengenai
hubungan diplomatik
Setelah berdirinya PBB pada tahun
1945, untuk pertama kalinya pengembangan kodifikasi hukum internasional
termasuk hukum diplomatik telah dimulai pada tahun 1949 secara intensif oleh
Komisi Hukum Internasional khususnya mengenai ketentuan-ketentuan yang
menyangkut kekebalan dan pergaulan diplomatik yang telah digariskan secara
rinci.
Konvensi Wina 1961 ini terdiri dari
53 pasal yang meliputi hampir semua aspek penting dari hubungan diplomatik
secara permanen antar negara. Di samping itu, juga terdapat 2 protokol pilihan
mengenai masalah kewarganegaraan dan keharusan untuk menyelesaikan sengketa
yang masing-masing terdiri dari 8-10 pasal. Konvensi Wina 1961 itu beserta
dengan dua protokolnya telah diberlakukan sejak tanggal 24 April 1964 hingga 31
Desember 1987. Ada total 151 negara yang menjadi para pihak dalam Konvensi
tersebut dimana 42 di antaranya adalah pihak dalam protokol pilihan mengenai
perolehan kewarganegaraan dan 52 negara telah menjadi pihak dalam protokol
pilihan tentang keharusan untuk menyelesaikan sengketa.
Pasal 1-19 Konvensi Wina 1961
menyangkut pembentukan misi-misi diplomatik, hak dan cara-cara untuk
pengangkatan serta penyerahan surat-surat kepercayaan dari Kepala Perwakilan
Diplomatik (Dubes); pasal 20-28 mengenai kekebalan dan keistimewaan bagi
misi-misi diplomatik termasuk di dalamnya pembebasan atas berbagai pajak. Pasal
29-36 adalah mengenai kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada para
diplomat dan keistimewaan bagi anggota keluarganya serta staf pelayanan yang
bekerja pada mereka dan pasal 48-53 berisi tentang berbagai ketentuan mengenai
penandatanganan, aksesi, ratifikasi dan mulai berlakunya Konvensi itu.