Tindak pidana fiskal adalah perbuatan
tertentu di bidang fiskal yang diberi sanksi pidana. Peraturan
perundang-undangan di bidang fiskal memuat tindak pidana fiskal yang merupakan
subsistem dari keseluruhan sistem pemidanaan dimana sistem pemidanaan fiskal
harus terintegrasi dalam aturan umum (Buku I) KUHP atau dapat pula membuat
aturan khusus yang menyimpang dari aturan umum tersebut. Konsekuensi logis dari
kedudukannya sebagai sub-sistem dari keseluruhan sistem pemidanaan, aturan umum
dalam Bab I s/d VIII (Pasal 1 s/d 85) Buku I KUHP dapat diberlakukan terhadap
aturan-aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan di bidang fiskal sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 103 KUHP. Menjadi masalah apabila aturan-aturan pidana dalam
peraturan perundang-undangan di bidang fiskal tersebut tidak terintegrasi dalam
aturan umum Buku I KUHP atau bahkan tidak diatur dalam aturan umum Buku I KUHP.
Hal ini dapat berpengaruh di dalam pengaplikasian aturan-aturan pidana tersebut
yang pada akhirnya menjadi tidak operasional.
Ruang
lingkup tindak pidana fiskal
Ruang lingkup fiskal meliputi peraturan
perundang-undangan di bidang pajak, kepabeanan, cukai, pajak daerah dan
restribusi daerah serta di bidang penerimaan negara bukan pajak. Dalam tulisan
ini kelompok kami lebih mendalam membahas mengenai tindak pidana perpajakan.
1. Pengertian pajak
Pajak
adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak)
untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa
yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pengetian pajak menurut
bebetapa ahli :
a.
Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran
rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi
tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.
b.
Definisi Pajak Menurut Sommerfeld
Ray M., Anderson Herschel M. & Brock Horace R
Pajak adalah suatu pengalihan sumber
dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun
wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa
mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
c.
Definisi Pajak Menurut Prof. Dr. P.
J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
d.
Pajak dari perspektif
ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya
dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran
bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama,
berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan
penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam
penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
e.
pajak dari perspektif
hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan
yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban
warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara,
negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus
dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini
memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang
sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul
pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
f.
Pajak menurut Pasal 1
UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan
tata cara perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang,
dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lima unsur pokok dalam defenisi pajak
- Iuran / pungutan
- Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
- Pajak dapat dipaksakan
- Tidak menerima kontra prestasi
- Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Karakteristik pokok dari pajak adalah:
pemunngutanya harus berdasarkan undang-undang. diperlukan perumusan macam pajak
dan berat ringannya tarif pajak itu, untuk itulah masyarakat ikut
didalam menetapkan rumusannya.
2. Retribusi daerah
Retribusi daerah Menurut
UU 34/2000, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Defisini tersebut menunjukkan adanya imbal balik langsung antara pemberi dan
penerima jasa.
3. Kepabeanan
Kepabeanan menurut Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu
lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk
dan bea keluar.
Sedangkan Daerah pabean adalah
wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang
udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan
landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini.
Kawasan pabean adalah kawasan dengan
batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang
ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
adalah salah satu direktorat di Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang
merupakan unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi di bidang kepabeanan dan
cukai.
4.
Cukai
Undang-Undang
yang mengatur tentang cukai pada saat ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1995 Tentang Cukai dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Pengertian cukai berdasarkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah sebagai berikut “Cukai adalah pungutan
negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini” Maksud dari
barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik adalah barang
yang :
- konsumsinya perlu dikendalikan;
- peredarannya perlu diawasi;
- pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau
- pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini.
Barang barang yang mempunyai sifat dan karakteristik tersebut diatas dinamakan Barang Kena Cukai. Sedangkan sampai dengan saat ini, barang kena cukai (objek cukai) yang dipungut cukainya terdiri atas:
- etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;
- minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol;
- hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
5. Penerimaan negara bukan
pajak
Menurut UU nomor 20 tahun 1997 tentang
PNBP pasal 1 angka 1, Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan
Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. PNBP
diantaranya adalah sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba BUMN, serta
penerimaan negara bukan pajak lainnya. Setiap anggaran kementerian
negara/lembaga pada dasarnya mempunyai penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
yang bersifat umum tidak berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya,
antara lain seperti penerimaan hasil penjualan barang inventaris kantor yang
tidak digunakan lagi, penerimaan hasil penyewaan barang milik negara, hasil
penyimpanan uang negara pada bank pemerintah atas jasa giro, penerimaan kembali
uang persekot gaji/tunjangan, selain penerimaan umum tersebut masih ada lagi
PNBP yang bersifat fungsional yaitu penerimaan yang berasal dari hasil hasil
pungutan kementerian negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan
tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Penerimaan funsional tersebut terdapat pada sebagian besar kementerian
negara/lembaga, namun macam dan ragamnya berbeda antara satu kementerian
negara/lembaga dengan kementerian negara/lembaga lainnya, tergantung kepada
jasa pelayanan yang diberikan oleh masing-masing kementerian negara/lembaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar