Sementara itu struktur dalam Khilafah
Islam adalah setiap aktivitas pemerintahan yang mempunyai dalil syara’. Adapun
setiap pemerintahan yang aktivitas serta prosedurnya tidakdidukung oleh dalil
syara’secara langsung, maka ia tidak dapat dianggap sebagai struktur.
Dengan
meneliti dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an, Al-Hadist ataupun Ijma’
Sahabat dan Qiyas, maka struktur pemerintahan yang terdapat dalam pemerintahan
Islam hanya ada delapan bagian, yaitu ;
1.
Khalifah
Khalifah
adalah orang yang mewakili umat dalam urusan pemerintahan dan kekuasaan serta
menerapkan hukum-hukum syara’.(Abdul Qaddim Zallum, 2002). Karena Islam telah
menjadikan pemerintahan dan kekuasaan itu milik ummat. Dalam hal ini umat mewakilkan
kepada seseorang untuk melaksanakan urusan tersebut sebagai wakilnya.
2.
Mu’awin Tafwidh (Wakil khalifah bidang pemerintahan)
Mu’awin
Tafwidh adalah seorang pembantu yang diangkat oleh Khalifah agar dia
bersamasama dengan Khalifah memikul tanggungjawab pemerintahan dan kekuasaan.
Maka dengan demikian, seorang Khalifah akan menyerahkan urusan-urusan negara
dengan pendapatnya serta memutuskan urusan-urusan tersebut dengan menggunakan
Ijtihadnya, berdasarkan hukum-hukum syara’. Mengangkat mu’awin merupakan
masalah yang dimubahkan, sehingga seorang Khalifah diperbolehkan untuk
mengangkat mu’awinnya untuk membantunya dalam seluruh tanggungjawab dan tugas
yang menyangkut dengan masalah pemerintahan. Al-Hakim dan at-Tirmidzi telah
mengeluarkan sebuah hadist dari Abi Sa’id al-Khudri yang mengatakan, bahwa
Rasulullah saw telah bersabda yang isinya;
“ Dua pembantuku dari (penduduk)
langit adalah Jibril dan Mikail, sedangkan dari (penduduk) bumi ini adalah Abu
Bakar dan Umar”.
Tugas
dari Mu’awin Tafwidh adalah menyampaikan kepada Khalifah apa yang menjadi
rencananya dalam mengatur urusan-urusan pemerintahan, lalu dia melaporkan tindakan-tindakan
yang telah dia lakukan dalam mengurusi urusan tersebut kepada Khalifah,
kemudian dia melaksanakan wewenang dan mandat yang ia miliki. Maka tugas
Mu’awin Tafwidh tersebut adalah menyampaikan laporan kegiatannya serta
melaksanakannya selama tidak ada teguran atau pembatalan dari Khalifah.
Seorang
Khalifah wajib mengontrol tugas-tugas serta kebijakan-kebijakan untuk mengatur
berbagai hal, yang telah dilakukan oleh Mu’awin Tafwidhnya, sehingga tidak dibiarkan
begitu saja. Dan kalau ada yang benar, Khalifah harus menerimanya. Dan kalau
ada yang salah, dia pun bisa mengetahuinya.
3.
Mu’awin Tanfiz (setia usaha negara)
Mu’awin
Tanfiz adalah pembantu yang diangkat oleh seorang Khalifah untuk membantunya dalam
masalah operasional dan senantiasa menyertai Khalifah dalam melaksanakan tugas-tugasnya
(Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 167). Dia adalah seorang protokoler yang menjadi
penghubung antara Khalifah dengan rakyat, dan antara Khalifah dengan
negaranegara lain. Ia bertugas menyampaikan kebijakan-kebijakan dari Khalifah
kepada mereka, serta menyampaikan informasi-informasi yang berasal dari mereka
kepada Khalifah. Mu’awin Tanfiz merupakan pembantu Khalifah dalam melaksanakan
berbagai hal, namun dia bukan yang mengatur dan menjalankannya. Dia juga bukan
yang diserahi untuk mengurusi berbagai persoalan tersebut. Sehingga, tugasnya
adalah semata-mata tugas-tugas administratif, bukan tugas pemerintahan.
4.
Amir Jihad (panglima perang)
Amir
Jihad adalah orang yang diangkat oleh Khalifah untuk menjadi seorang pimpinan yang
berhubungan dengan urusan luar negeri, militer, keamanan dalam negeri dan perindustrian.
Dia bertugas untuk memimpin dan mengaturnya (Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 171).
Hanya saja dia disebut dengan sebutan Amir Jihad adalah karena keempat hal
tersebut merupakan bidang yang berhubungan secara langsung dengan jihad.
5.
Wullat (pimpinan daerah tingkat I dan II)
Wullat
atau biasa disebut dengan sebutan wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah
untuk menjadi pejabat pemerintahan di suatu daerah tertentu serta menjadi
menjadi pimpinan di daerah tersebut (Abdul Qaddim Zallum, 2002 :209). Adapun
negeri yang dipimpin oleh Khilafah Islamiyah bisa diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian. Masing-masing bagian itu disebut wilayah (setingkat
propinsi). Setiap wilayah dibagi lagi menjadi beberapa bagian, di mana
masing-masing bagian itu disebut ‘imalah (setingkat kabupaten).
Orang
yang memimpin wilayah disebut wali, sedangkan orang yang memimpin ‘imalah
disebut ‘amil atau hakim.
6.
Qadhi atau Qadha (Hakim atau lembaga peradilan)
Qadhi
atau Qadha adalah lembaga yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang
sifatnya mengikat (Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 225). Lembaga ini bertugas menyelesaikan
perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota masyarakat atau mencegah
hal-hal yang dapat merugikan hak masyarakat atau mengatasi perselisihan yang
terjadi antara warga masyarakat dengan aparat pemerintahan, baik Khalifah,
pejabat pemerintahan atau pegawai negeri yang lain. Qadhi sendiri dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu ; pertama, qadhi yaitu qadhi yang mengurusi
penyelesaian perkara sengketa di tengah masyarakat dalam hal mu’amalah atau uqubat
(sanksi hukum). Kedua, qadhi hisbah/muhtasib yaitu qadhi yang
mengurusi penyelesaian perkara penyimpangan yang bisa membahayakan hak jama’ah.
Ketiga, qadhi madzalim adalah qadhi yang mengurusi penyelesaian perkara
perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan negara.
7.
Jihad Idari (jabatan administrasi umum)
Penanganan
urusan negara serta kepentingan rakyat diatur oleh suatu departemen, jawatan
atau unit-unit yang didirikan untuk menjalankan urusan negara serta memenuhi kepentingan
rakyat tersebut. Pada masing-masing departemen tersebut akan diangkat kepala
jawatan yang mengurusi jawatannya, termasuk yang bertanggungjawab secara langsung
terhadap jawatan tersebut. Seluruh pimpinan itu bertanggungjawab kepada orang
yang memimpin departemen, jawatan dan unit-unit mereka yang lebih tinggi, dari segi
kegiatan mereka serta tanggungjawab kepada wali, dari segi keterikatan pada
hukum dan sistem secara umum.
8.
Majllis Ummat
Majllis Ummat adalah majlis yang terdiri dari orang-orang
yang mewakili aspirasi kaum muslimin, agar menjadi pertimbangan Khalifah dan
tempat Khalifah meminta masukan dalam urusan-urusan kaum muslimin. Mereka
mewakili ummat dalam muhasabah (kontrol dan koreksi) terhadap pejabat
pemerintahan (hukkam) (Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 69). Anggota Majllis
Ummat dipilih melalui pemilihan umum, bukan dengan penunjukkan atau
pengangkatan, karena status mereka adalah mewakili semua rakyat dalam
menyampaikan pendapat mereka, sedangkan seorang wakil itu hakekatnya hanya akan
dipilih oleh orang yang mewakilkan.