Kamis, 23 April 2015

Pensyaratan (Reservation) dan Pernyataan (Declaration)




          Membahas mengenai pensyaratan atau reservasi tentu tak dapat dilepaskan dengan perjanjian internasional yang bersifat multilateral karena ketentuan mengenai reservasi adalah salah satu ketentuan spesifik yang hanya berlaku bagi perjanjian multilateral. Relevansi dari masalah reservasi terkait dengan perjanjian multilateral, sedangkan masalah ini tidak relevan untuk suatu perjanjian bilateral sebab sekalipun tidak ada larangan bagi salah satu atau kedua belah pihak untuk melakukan reservasi pada perjanjian bilateral, namun hal seperti ini tidak lazim digunakan mengingat pada akhirnya hanya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi kalau reservasi digunakan. Perjanjian bilateral baik yang sudah ada atau berlaku sebelumnya maupun yang belum ada menjadi batal atau gugur dalam hal pihak lain tidak setuju dengan reservasi yang diajukan salah satu pihak. Sebaliknya kalau reservasi itu diterima pihak lain, maka perjanjian bilateral tersebut secara pasti mengalami perubahan atau dengan lain perkataan kedua belah pihak mencapai kesepakatan dengan membuat perjanjian bilateral baru sehingga dengan demikian reservasi tidak memiliki relevansi dalam hubungan dengan perjanjian bilateral. Berbeda halnya dengan perjanjian multilateral yang jumlah pesertanya banyak, mungkin puluhan bahkan mungkin saja ratusan jumlahnya, di mana di dalamnya diatur berbagai macam kepentingan dari negara-negara dalam hubungan dengan berbagai masalah. Dapat dikatakan adalah sesuatu yang tidak mungkin atau hampir tidak mungkin suatu negara atau beberapa negara akan selalu menyetujui seluruh pasal-pasal yang terdapat dalam suatu perjanjian multilateral sebab bagaimanapun kepentingan di antara berbagai negara tidak selalu sama dalam masalah-masalah tertentu, kepentingan nasional mereka sering berbeda dan bahkan bertentangan satu sama lain. Mereka tidak akan setuju dengan pasal atau pasal tertentu dari perjanjian multilateral yang bertentangan dengan kepentingan nasionalnya. Oleh karena itu apabila seluruh materi atau ketentuan pasal dari perjanjian tersebut diterima, maka sudah barang tentu kepentingan nasional dari negara-negara peserta akan dirugikan. Dari sisi lain  pembentukan perjanjian multilateral harus dapat mencapai tujuannya sebagaimana diharapkan, yaitu untuk menghimpun sebanyak-banyaknya negara-negara untuk menjadi negara-negara peserta atau negara-negara pihak pada perjanjian tersebut. Untuk mewujudkan tujuan dibentuknya perjanjian multilateral dan sekaligus untuk mengakomodasi kepentingan dari satu atau beberapa negara yang tidak menyetujui satu atau beberapa pasal yang terdapat di dalam perjanjian internasional, maka dibuat suatu terobosan dalam bentuk klausula atau ketentuan mengenai reservasi atau pensyaratan di mana suatu negara dapat menjadi negara peserta atau negara pihak dengan memberikan kesempatan atau hak untuk melakukan pensyaratan atas suatu pasal yang terdapat dalam perjanjian yang dipandang tidak sesuai dengan kepentingan dari negara yang bersangkutan.
          Terdapat beberapa definisi mengenai reservasi, antara lain definisi yang dikemukakan oleh Harvard Research, pasal 2d dari Konvensi Wina 1969 serta pasal 1e dari Undang-Undang No.24 Tahun 2000. Menurut Harvard Research Institute, reservasi adalah suatu pernyataan formal oleh suatu negara yang pada waktu menandatangani, meratifikasi dan menerima perjanjian, menentukan secara terperinci suatu pensyaratan mengenai kehendaknya untuk menjadi pihak peserta suatu perjanjian, batas-batas tertentu yang akan membatasi akibat dari perjanjian sedemikian rupa, di mana hal itu dapat diterapkan dalam hubungan antara negara tersebut dengan negara lain atau negara-negara yang menjadi pihak peserta perjanjian.
          Selanjutnya pasal 2d Konvensi Wina 1969 menyatakan bahwa reservasi adalah suatu pernyataan sepihak, apapun istilah atau sebutan yang dapat diberikan, yang dilakukan oleh suatu negara pada waktu menandatangani, meratifikasi. menerima, menyetujui atau menyatakan turut serta pada suatu perjanjian yang bertujuan untuk meniadakan atau merubah akibat-akibat hukum dari ketentuan-ketentuan tertentu yang terdapat dalam perjanjian itu dalam penerapannya terhadap negara tersebut. Kedua definisi mengenai reservasi sebagaimana telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa pertama, reservasi harus dinyatakan secara formal atau tertulis; kedua, reservasi diajukan dengan tujuan untuk membatasi, meniadakan atau mengubah akibat hukum yang timbul dari ketentuan perjanjian yang bersangkutan. Untuk maksud tersebut reservasi yang diajukan oleh suatu negara dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut (J.G.Starke, An Introduction to International Law, London, Butterworths,1984, Hlm.440). 1) mensyaratkan agar satu atau beberapa ketentuan yang terdapat dalam perjanjian dikecualikan ; 2) mengadakan perubahan terhadap ketentuan-ketentuan tersebut ataupun akibatnya; 3) menafsirkan ketentuan-ketentuan itu dengan cara yang khusus. Dengan demikian reservasi yang diajukan oleh suatu negara adalah merupakan penerimaan bersyarat dari negara yang mengajukan reservasi terhadap materi perjanjian. Penerimaan bersyarat seperti itu pada hakekatnya merupakan suatu perjanjian yang berbeda dengan perjanjian yanmg telah disepakati sebelumnya karena materi dari perjanjian itu akan mengalami perubahan terutama bagi negara yang mengajukan reservasi (the reserving state) sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam reservasinya apabila reservasi itu diterima oleh konvensi. 
           Sesuai dengan pengertian reservasi yang terdapat dalam ketentuan Pasal 2d dari Konvensi Wina 1969. Maka Pasal 1e dan 1f dari Undang - Undang Perjanjian Internasional (UU No. 24 Tahun 2000) mengemukakan istilah pensyaratan (reservation) dan pernyataan (declaration) yang pada dasarnya memiliki tujuan yang sama dalam menerima perjanjian secara bersyarat. Pensyaratan (reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral. sedangkan pengertian Pernyataan (declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian internasional, yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral guna memperjelas makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk memengaruhi hak dan kewajiban negara dalam perjanjian internasional. Dengan demikian sesungguhnya pengertian pernyataan (declaration) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengertian pensyaratan (reservation) karena walaupun istilah yang dipakai berbeda, tetapi mempunyai tujuan yang sama dimana suatu negara dalam menerima dan mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional melalui suatu cara tertentu bermaksud untuk mengesampingkan berlakunya ketentuan tertentu dan/atau memberikan penafsiran tersendiri terhadap ketentuan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar