Minggu, 26 Oktober 2014

Unsur delik dalam perbuatan Euthanasia


            Untuk memenuhi unsur – unsur delik dalam perbuatan euthanasia, selain terdapat pada pasal 344 KUHP juga tampak pada pengaturan pasal – pasal 338, 340, dan 359 KUHP. Dalam ketentuan pasal 338 KUHP secara tegas dinyatakan “Barang siapa yang dengan sengaja merampas orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Sementara dalam ketentuan pasal 340 KUHP dinyatakan “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam dengan pembunuhan berencana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”. Pasal 345 KUHP dinyatakan “Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama – lamanya empat tahun”. Sedangkan pasal 359 KUHP dinyatakan “Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum selama – lamanya lima tahun atau kurungan selama – lamanya satu tahun”.
            Beberapa ahli hukum juga berpendapat bahwa tindakan melakukan perawatan medis yang tidak ada gunanya, secara yuridis dapat dianggap sebagai penganiayaan. Ini berkaitan erat dengan batas ilmu kedokteran yang dikuasai oleh seorang dokter. Tindakan diluar batas ilmu kedokteran tersebut dapat dikatakan di luar kompetensi dokter tersebut untuk melakukan perawatan medis. Dengan kalimat lain, apabila suatu tindakan dapat dinilai tidak ada gunanya sama sekali, dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis. Dengan pernjelasan tersebut, pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dapat diterapkan apabila tindakan medis yang tidak berguna sama sekali tersebut dilaksanakan oleh seseorang dokter terhadap pasiennya dengan tanpa izin dari pasien tersebut.
            Patut juga diperhatikan adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP tentang “Meninggalnya orang yang perlu ditolong” khususnya pasal 304 dan pasal 306 KUHP. Dalam ketentuan pasan 304 dinyatakan “Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
            Menurut Guwandi (2003), konsep penelantaran mempunyai konsep penalaran mempunyai arti luas, baik dari segi professional maupun pribadi perorangan kewajiban dokter. Pemulangan pasien dari rumah sakit dalam kondisi yang sebenarnya belum boleh dilakukan termasuk penelantaran.
            Sementara dalam ketentuan pasal 306 (2) KUHP dinyatakan “jika mengakibatkan kematian, perbuatan tersebut dikenakan pidana penjara maksimal Sembilan tahun”. Dalam ketentuan – ketentuan ini memberikan penegasan, bahwa dalam kontekse hukum positif di Indonesia, meninggalkan orang yang perlu ditolong juga dikualifikasikan sebagai tindak pidana. Sedangkan dalam pasal 304 dan 306 (2) KUHP juga bermakna melarang terjadinya euthanasia pasif yang sering terjadi di negeri kita Indonesia.

Rangkuman kejadian yang termasuk kategori Euthanasia
No.
BENTUK KEJADIAN
EAL (S)
EAL (TS)
EATL (S)
EATL (TS)
EP (S)
EP (TS)
1.
Pengobatan yg mematikan
+
+




2.
Pengobatan tidak mematikan tapi menyebabkan kematian


+
+


3.
Tidak member pemberian




+
+
4.
Pulang paksa




+

5.
Menolak rawat





+
6.
Bunuh diri
+



+


Keterangan :
EAL(S)           = Euthanasia Aktif Langsung Sukarela
EAL(TS)         = Euthanasia Aktif Langsung Tidak Sukarela
EATL(S)         = Euthanasia Aktif Tidak Langsung Sukarela
EATL(TS)       = Euthanasia Aktif Tidak Langsung Tidak Sukarela
EP(S)             = Euthanasia Pasif Sukarela
EP(TS)           = Euthanasia Pasif Tidak Sukarela

Tidak ada komentar:

Posting Komentar