Kamis, 09 Oktober 2014

Euthanasia menurut Hukum Positif di Indonesia



            Secara Hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, Euthanasia merupakan suatu tindakan melawan Hukum, hal ini terdapat dalam beberapa pasal Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) dan tersirat dalam pasal Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), tetapi dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, euthanasia tidak disinggung dan UU No, 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, ada hal yang terkait dengan Euthanasia yaitu tentang hak pasien dan kewajiban dokter.
            Dalam KUHPerdata secara umum berkaitan dengan hubungan hukum antara dokter-pasien, pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan bahwa untuk melakukan suatu perjanjian dituntut izin berdasarkan kemauan bebas dari kedua belah pihak. Juga dapat ditinjau dari pasal 1313, 1314, 1315 dan 1319 KUHPerdata yang mengatur hal perjanjian/perikatan.
            Dalam tinjauan hukum pidana, demi apapun, dengan alasan apapun, dan siapapun yang telah menghilangkan nyawa orang lain tanpa hak, kecuali oleh pihak – pihak lain yang dibenarkan oleh Undang – Undang (pasal 48, 49, 50, dan 51 KUHP) harus dianggap sebagai kejahatan. Sementara semua pihak yang mempunyai andil langsung, baik yang melakukan, turut melakukan, dan yang membantu harus dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab seperti pada pasal 55, 56 KUHP (Waluyadi, 2005).
            Secara Yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien/korban itu sendiri (voluntary euthanasia) menyatakan “Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. Bertolak dari ketentuan pasal 344 KUHP tersebut tersimpul bahwa pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan pengakhiran hidup seseorang sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasikan sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar