Minggu, 01 Maret 2015

PERIKATAN/PERJANJIAN PADA UMUMNYA ( I )




Perjanjian adalah suatu ikatan atau hubungan hukum mengenai benda-benda (barang) atau kebendaan (jasa) antara dua pihak atau lebih, dimana para pihak tersebut saling berjanji atau dianggap saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
Unsur-unsur dari perikatan terdiri atas 4, yakni:
1.      Hubungan hukum.
     Hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan “hak” pada 1 (satu) pihak dan melekatkan “kewajiban” pada pihak lainnya.
     Jika satu pihak tidak mengidahkan ataupun melanggar hubungan tadi, lalu hukum memaksakan agar hubungan tersebut dipenuhi atau pun dipulihkan kembali.
2.      Kekayaan.
     Maksud dari kriteria perikatan itu adalah ukuran-ukuran yang dipergunakan terhadap sesuatu hubungan hukum sehingga hubungan hukum itu dapat disebutkan suatu perikatan.
3.      Pihak-pihak.
     Apabila hubungan hukum tadi dijajaki lebih jauh maka hubungan hukum tersebut harus terjadi antara dua orang atau lebih. Pihak yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah kreditur atau yang berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, pihak yang pasif adalah debitur atau yang berutang. Mereka ini yang dinamakan sebagai subjek perikatan.
4.      Prestasi (objek hukum).
            Menurut pasal 1234 BW, prestasi itu dibedakan atas:
            - memberikan sesuatu.
            - berbuat sesuatu.
            - tidak berbuat sesuatu.
Perikatan yang bersumber dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang maksudnya adalah bahwa dengan dilakukannya serangkaian tingkah laku oleh seseorang, maka undang-undang melekatkan akibat hukum berupa perikatan terhadap orang tersebut (baca kembali pasal 1354 BW).
Schuld dan Haftung.
Setiap debitur memiliki kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur. Sebab itu debitur memiliki kewajiban untuk membayar utang. Dalam istilah asing kewajiban itu disebut Schuld. Disamping Schuld, debitur juga memiliki kewajiban yang lain yaitu Haftung. Maksudnya adalah bahwa debitur itu berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan utang tadi, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut.
         Setiap kreditur mempunyai piutang kepada debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih piutang tersebut. Didalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata, disamping hak menagih (vorderingrecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, maka kreditur memiliki hak menagih kekayaan debitur sebesar piutangnya pada debitur itu.

JENIS-JENIS PERJANJIAN
  1. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
  2. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama.
  3. Perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaan.
  4. Perjanjian konsensual riil.
  5. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.
  6. Perjanjian formil.
  7. Perjanjian campuran.
  8. Perjanjian penanggungan (borgtocht).
  9. Perjanjian standar/baku (standard contract).
  10. Perjanjian garansi.
SYARAT-SYARAT SAHNYA SUATU PERJANJIAN
Menurut pasal 1320 BW, suatu perjanjian adalah sah, jika memenuhi empat syarat yaitu:
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  3. Suatu hal tertentu;
  4. Suatu sebab yang halal.
Pada nomor 1 dan 2 sebagai syarat subjektif, sebab menyangkut subjeknya atau para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan pada nomor 3 dan 4 sebagai syarat objektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar